Tiket Kereta Api Jarak Jauh Diperkirakan Tarifnya Akan Naik Setelah Lebaran Ini
Berita Wisata Indonesia – PT Kereta Api Indonesia yang seperti kita ketahui telah mengkaji kenaikan tarif kereta api jarak jauh. Hal tersebut dilakukan karena langkah untuk menyiasati okupansi yang berkurang sebesar 50 persen selama pandemi Corona Virus.
Dalam konfrensi pers secara virtual di Jakarta Didiek Hartanto selaku Direktur Utama KAI, menyatakan “Okupansi kita hanya 50 persen, maka otomatis kami akan berkomunikasi kemungkinan penaikan tarif,”.
Akan tetapi usulan itu masih tahap pengkajian sampai menunggu keputusan pemerintah terkait akan perkembangan pandemi Covid-19. Rencana tersebut sebagai penyesuaian dalam kondisi normal baru atau new normal sesuai dengan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih tetap akan berlaku.
Baca Juga : KAI Siap Menghadapi The New Normal Ketika Usai Pandemi Covid 19
Yang memiliki arti okupansi akan tetap di angka 50 persen sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 serta Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
“Saat ini pemerintah masih menggodok ketentuan new normal dan tetap melihat akan perkembangan PSBB, apabila tadi okupansi 450 persen seperti pesawat udara, kemungkinan kami akan mengajukan kenaikan Tarif Kereta Api Jarak Jauh saja, Komuter (KRL) tetap,” katanya.
Saat ini untuk pendapatan harian KAI dari penumpangan anjlok hingga Rp 24.2 Miliar selama dalam pandemi Covid-19 dari Rp 20-25 miliar per harinya menjadi Rp 800 juta perhari.
Baca Juga : PT KAI Mulai Menjalankan Protokol New Normal Hari Ini
Seperti yang dikatakan oleh Didik,”Untuk pendapatan pendapatan dari penumpang itu rata-rata harian Rp 20-25 miliar dalam satu hari. Dalam masa Covid-19 ini, pendapatan harian hanya sekitar Rp 800 jutaan,”.
Dalam bulan Januari 2020 total pendapatan dari penumpangan Rp 39 Miliar dan pada April 2020 sebesar Rp 32 Miliar, pendapatan tersebut anjlok menyebabkan arus kas perusahaan pelat merah mengalami defisit karena pendapatan dari penumpangan tergerus hingga 93 persen.